Penulis : Idham Rizal ppwi inhil
TOPNASIONAl.COM, Tembilahan 7 Agustus 2025
Di republik ini, janji kerap kali lahir bak hujan deras yang menimpa tanah kering. Ia datang dengan gegap gempita, disampaikan dengan penuh keyakinan, bahkan dikemas dalam bahasa penuh pengharapan. Namun, ketika rakyat menanti air hujan itu meresap dan menyuburkan tanah, yang tersisa hanyalah genangan sesaat yang cepat menguap ditelan panas terik kenyataan. Itulah yang kini dirasakan oleh para abdi negara: PNS, TNI, dan Polri, juga para pensiunan yang telah mengabdikan sebagian besar hidupnya demi bangsa.
Pemerintah pernah berkoar lantang soal kenaikan gaji, soal perbaikan kesejahteraan, dan soal pencairan rapelan yang katanya sudah diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 yang disahkan. Namun, di lapangan, yang tersisa hanyalah omongan kosong. Sementara masyarakat kelas pekerja menunggu dengan penuh harap, pemerintah tampak sibuk bermain sandiwara politik, seolah negeri ini hanya panggung pewayangan tempat janji dijual murah, dan kenyataan ditukar dengan retorika.
Kisah Pewayangan Politik
Dalam dunia wayang, ada dalang yang mengatur setiap gerak tokoh. Dalang bisa membuat Arjuna tampak gagah, membuat Semar tampak bijak, atau membuat Petruk jadi bahan tertawaan. Sayangnya, dalam kenyataan politik hari ini, rakyat diposisikan sebagai penonton wayang yang tak punya kuasa, hanya bisa menyaksikan lakon yang sudah diskenariokan. Pemerintah tampil sebagai dalang, sementara janji-janji yang disampaikan hanyalah bagian dari lakon semu yang dimainkan untuk mengulur waktu.
Kenaikan gaji PNS, TNI, Polri, dan para pensiunan seakan dijadikan properti sandiwara. Ia diumumkan dengan gegap gempita, disiarkan media, bahkan dibumbui jargon manis “untuk meningkatkan kesejahteraan aparatur negara.” Tetapi, kenyataannya, hingga kini masih banyak yang mengeluh belum menerima haknya. Rapelan yang dijanjikan pun tinggal omon-omon belaka. Rakyat yang menanti, pada akhirnya hanya bisa geleng kepala, sambil menelan pahit kekecewaan.
Realitas yang Menyakitkan
Mari kita bicara fakta di lapangan. PNS di daerah mengeluh karena gaji yang mereka terima jauh dari cukup untuk mengimbangi kenaikan harga kebutuhan pokok. Para pensiunan TNI dan Polri, yang dulunya berdiri di garis depan menjaga kedaulatan dan keamanan negara, kini terpaksa menghitung recehan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka menanti realisasi janji rapelan yang telah berbulan-bulan digembar-gemborkan.
Bukankah ini ironi? Negara yang katanya menghargai pengabdian, justru membiarkan mereka yang pernah berkorban menunggu tanpa kepastian. Bukankah pemerintah yang telah mengesahkan PP No. 8 seharusnya segera menindaklanjuti, bukan malah mengulur-ulur waktu dengan alasan birokrasi atau mekanisme teknis?
Bahaya Janji Kosong
Janji kosong bukan sekadar ucapan yang gagal ditepati. Ia adalah racun yang perlahan merusak kepercayaan publik. Ketika pemerintah terlalu sering menjual janji tanpa bukti, rakyat akan kehilangan rasa hormat. Aparatur negara, yang seharusnya menjadi pilar penopang sistem pemerintahan, pun bisa kehilangan motivasi.
Bayangkan seorang guru PNS yang sudah bertahun-tahun mengabdi di pelosok, mendengar kabar kenaikan gaji dan rapelan, lalu menanti dengan penuh harap. Namun, setelah berbulan-bulan, yang datang hanyalah kabar burung. Semangat kerja perlahan redup, digantikan rasa kecewa. Begitu pula seorang pensiunan Polri, yang kini di usia senjanya berharap tambahan pemasukan untuk biaya hidup dan kesehatan. Ketika rapelan tak kunjung cair, rasa frustasi pun melingkupi.
Jika kondisi ini dibiarkan, bukan tidak mungkin lahir sinisme mendalam di kalangan aparatur negara. Mereka bisa menganggap pemerintah hanya pandai berbicara, tanpa pernah serius memperjuangkan nasib rakyatnya sendiri.
Ironi di Tengah Kemewahan
Kekecewaan ini semakin terasa menyakitkan ketika rakyat menyaksikan kenyataan lain: pejabat negara tetap hidup dalam kemewahan. Mobil dinas mewah tetap melaju, tunjangan pejabat tetap lancar, dan berbagai fasilitas kenegaraan terus mengalir. Sementara itu, janji kenaikan gaji dan rapelan bagi PNS, TNI, Polri, serta pensiunan masih tertahan entah di mana.
Inilah yang membuat publik marah: ketidakadilan yang begitu nyata di depan mata. Jika alasan pemerintah adalah masalah anggaran, mengapa fasilitas mewah pejabat tak pernah disentuh? Jika alasannya adalah birokrasi, mengapa proses pencairan tunjangan pejabat berjalan begitu cepat, sementara hak pegawai dan pensiunan tertunda tanpa batas waktu?
Rakyat Bukan Wayang
Saatnya pemerintah sadar, rakyat bukan wayang yang bisa dipermainkan sesuka hati. PNS, TNI, Polri, dan para pensiunan bukanlah pion yang hanya dijadikan bahan retorika politik. Mereka adalah manusia nyata, dengan kebutuhan nyata, dan hak yang nyata pula.
Janji yang sudah diucapkan bukan sekadar kata-kata. Ia adalah kontrak moral antara pemerintah dan rakyat. Ketika kontrak itu dilanggar, berarti pemerintah telah mengkhianati kepercayaan publik. Dan pengkhianatan ini, jika dibiarkan, akan meninggalkan luka dalam yang sulit disembuhkan.
Membangun Kepercayaan Kembali
Apakah semua sudah terlambat? Tentu belum. Pemerintah masih punya kesempatan untuk memperbaiki keadaan. Caranya sederhana: tepati janji. Segera realisasikan kenaikan gaji dan rapelan yang sudah dijanjikan. Jangan lagi berdalih birokrasi atau alasan teknis. Rakyat sudah terlalu lelah mendengar alasan. Yang mereka butuhkan hanyalah tindakan nyata.
Selain itu, pemerintah harus mulai belajar menjaga ucapan. Jangan sembarangan membuat janji jika tidak yakin bisa menepatinya. Karena di balik setiap janji, ada harapan ribuan bahkan jutaan orang. Ketika janji itu tidak ditepati, yang hancur bukan hanya harapan, tetapi juga kepercayaan.
Penutup: Dari Janji ke Bukti
Bangsa yang besar adalah bangsa yang pemimpinnya mampu berkata jujur dan menepati janji. Sebaliknya, bangsa yang pemimpinnya hanya pandai bersandiwara, pada akhirnya akan terjebak dalam krisis kepercayaan yang menggerogoti fondasi negara.
Pemerintah harus berhenti menjadi “badut politik” yang hanya pandai memainkan kata-kata. Pewayangan boleh tetap hidup sebagai budaya, tetapi jangan jadikan rakyat sebagai penonton sandiwara janji. Saatnya omon-omon diubah menjadi bukti nyata. Saatnya pemerintah membuktikan bahwa janji kenaikan gaji dan rapelan PNS, TNI, Polri, serta para pensiunan bukan sekadar wacana, melainkan komitmen yang benar-benar diwujudkan.
Karena pada akhirnya, rakyat tidak butuh janji. Rakyat butuh bukti. Dan bukti itulah yang akan menentukan apakah pemerintah layak dihormati, atau hanya akan dikenang sebagai penguasa yang pandai bersandiwara namun gagal menepati kata-katanya.
(IrOpsjaringMerah94)
0 Komentar