TOPNASIONAl.COM, Inhil – Misteri keberadaan kios-kios di bawah Plaza Tembilahan kian menyeruak ke permukaan.
Setelah sebelumnya muncul laporan pedagang yang mengaku diminta membayar sewa oleh pihak tak jelas, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagtri) Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Martha Hariadi, menegaskan bahwa kios tersebut diduga tidak memiliki legalitas dan berstatus bangunan liar.
Dalam keterangan pers usai menghadiri rapat dengar pendapat di DPRD Inhil, Martha menuturkan bahwa pihaknya tidak pernah memungut atau menerima sewa dari kios di bawah plaza, karena bangunan tersebut memang tidak termasuk dalam masterplan pembangunan plaza.
“Kami tidak pernah memungut kios-kios di bawah plaza, karena kios itu tidak termasuk dalam masterplan. Dulu ada pihak ketiga yang menyewa plaza dari Pemda. Setelah kontraknya habis, kami tidak pernah memungut kios tersebut. Jika memang ada pihak yang memungut, silakan laporkan ke aparat penegak hukum agar diproses sesuai aturan,” tegas Martha, Selasa (12/8/2025).
Pernyataan ini memicu tanda tanya besar, yaitu jika Pemkab tidak memungut, siapa yang selama ini mengutip uang sewa dari pedagang?
Ketua PPWI Inhil, Rosmely, menilai kasus ini sudah masuk kategori pungutan liar dan berpotensi merugikan keuangan daerah. Mereka menekankan perlunya penelusuran aliran uang sewa kios oleh aparat penegak hukum.
“Jika benar kios itu tidak masuk aset resmi, maka setiap pungutan yang dilakukan di luar mekanisme sah adalah ilegal. Ini harus diusut tuntas, jangan hanya sebatas klarifikasi,” tegas Ketua PPWI.
PPWI juga mendesak Pemkab Inhil segera melakukan audit aset untuk memastikan status hukum kios, menghentikan seluruh pungutan sampai ada kejelasan legalitas, dan menindak pihak yang menarik sewa ilegal, termasuk memproses secara hukum jika ada indikasi korupsi.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak ketiga yang sebelumnya mengelola plaza, maupun dari pihak kepolisian terkait langkah hukum atas dugaan pungutan liar tersebut.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik, bukan hanya karena potensi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi juga karena membuka celah praktik korupsi dalam pengelolaan aset daerah.
0 Komentar